-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Bukan Sekadar RPH, Tapi Ujian Transparansi Pemerintah Metro

11/03/25 | November 03, 2025 WIB | Last Updated 2025-11-03T20:26:21Z


SEKELIK METRO–Kisruh perizinan Rumah Potong Hewan (RPH) Babi Komersial-B2 di Kelurahan Yosodadi, Kecamatan Metro Timur, kini berkembang menjadi persoalan serius yang menyeret nama pejabat dan ormas besar di Kota Metro.


Di satu sisi, Pemkot Metro melalui Asisten II Kusbani bersikukuh menyebut RPH itu legal dan memenuhi standar, sementara di sisi lain Laskar Lampung Kota Metro di bawah komando Iwan Munir alias Ir. Ahmad Ridwan, SE menuding ada kejanggalan dalam proses perizinan dan pengelolaan limbah.


“Dua Versi, Dua Fakta Lapangan”


Kusbani menegaskan bahwa tim terpadu Pemkot yang terdiri dari Dinas Pertanian, Dinas Lingkungan Hidup, dan Satpol PP telah meninjau langsung lokasi dan memastikan seluruh dokumen izin lengkap. Ia bahkan menyebut bahwa tidak ada pembuangan limbah ke sawah maupun pemukiman warga.


 “Semua sudah sesuai prosedur. Air limbah masuk ke bak penampungan, lalu ke kolam ikan lele yang tidak diperjualbelikan,” tegasnya.


Namun fakta di lapangan yang ditemukan tim investigasi Laskar Lampung justru berkata lain.


Tim ormas tersebut menemukan tembok berlubang di sisi belakang RPH yang mengarah ke area persawahan. Dari lubang itu mengalir cairan berwarna hitam pekat yang berbau menyengat.


“Kami menduga kuat pembuangan limbah dilakukan sembunyi-sembunyi. IPAL yang disebut-sebut sesuai standar itu bahkan tidak terlihat fungsional,” ungkap Iwan Munir.


“Aroma Kepentingan dan Dugaan “Restu Cepat”


Berdasarkan dokumen yang diperoleh KompasKini.ID, pengajuan izin RPH ini disetujui dengan proses kilat hanya dalam waktu kurang dari tiga minggu — waktu yang tergolong cepat untuk kategori usaha pemotongan hewan besar yang biasanya memerlukan uji Amdal atau UKL-UPL mendalam.


Sumber internal di lingkungan Pemkot yang enggan disebut namanya menyebut, “ada tekanan dari pihak tertentu agar izin segera keluar,” namun belum jelas siapa yang dimaksut.


Dugaan lain yang muncul, RPH tersebut berafiliasi dengan pengusaha dari luar Metro yang mendapat restu tidak resmi dari pejabat teknis setempat. Bila benar, maka kasus ini bisa masuk dalam kategori maladministrasi perizinan.


“Dampak Lingkungan Mengintai”


Selain soal izin, isu limbah menjadi sorotan utama warga sekitar Yosodadi.


Beberapa petani mengaku mulai terganggu oleh aroma busuk dari arah RPH sejak awal Oktober. Meski tidak berani berbicara terbuka, sebagian mengeluh tanaman padi mereka menguning di area yang berjarak tak jauh dari lokasi itu.


“Kami tidak tahu apakah itu dari RPH, tapi sejak ada tempat itu, bau dan air sawah berubah warna,” kata salah satu warga yang enggan disebut namanya.


“Bola Panas yang Kian Membesar”


Kini, Pemkot Metro berjanji akan melayangkan surat resmi kepada Laskar Lampung dengan melampirkan bukti legalitas izin dan hasil pemeriksaan. Namun, publik menilai langkah itu belum cukup.


Laskar Lampung pun menegaskan akan melanjutkan laporan investigatif ke Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Lampung dan Ombudsman, jika dugaan pelanggaran tidak segera ditindak.


“Kami tidak akan berhenti sebelum ada kejelasan. Jika ada permainan dalam izin, itu artinya rakyat Metro sedang dikhianati,” tegas Iwan Munir.


Sementara itu, pihak RPH masih enggan memberikan keterangan resmi, menunggu arahan dari kuasa hukum mereka.


Di tengah saling klaim dan silang argumen ini, publik hanya ingin satu hal: kebenaran.



Apakah RPH Babi Komersial di Metro benar-benar sah secara hukum dan ramah lingkungan, atau hanya contoh klasik proyek yang berlindung di balik “izin cepat” dan kompromi kepentingan?


Bola panas itu kini berada di tangan Wali Kota Metro.
Akankah ia berani membuka semua dokumen dan fakta di meja publik, atau membiarkan aroma tak sedap dari RPH itu terus membubung bukan hanya di udara Yosodadi, tapi juga di ruang kepercayaan publik terhadap pemerintahannya,” (*)